Logo BWI

BADAN WAKAF

INDONESIA

Kembali ke Daftar Berita
Berita Wakaf

Transformasi Wakaf: Mengubah ‘3M’, Menjadi Mesin Ekonomi Indonesia Emas

By Redaksi BWI.go.id
7 October 2025, 03:35
~3 menit baca
Transformasi Wakaf: Mengubah ‘3M’, Menjadi Mesin Ekonomi Indonesia Emas

BWI.GO.ID – Badan Wakaf Indonesia (BWI) secara resmi memulai agenda reformasi besar-besaran dalam tata kelola wakaf nasional. Visinya ambisius: mengubah aset wakaf dari yang selama ini pasif menjadi salah satu mesin penggerak utama ekonomi menuju target Indonesia Emas 2045.

Momentum ini ditandai dengan pelantikan pengurus perwakilan BWI untuk empat kabupaten di Sulawesi Tengah, yakni Banggai, Poso, Banggai Kepulauan, dan Morowali. Acara yang digelar di Hotel Santika Palu, Senin (09/10/2025), ini menjadi penegasan bahwa era pengelolaan wakaf harus beranjak dari sekadar menjaga aset ‘3M’ (Masjid, Madrasah, Makam).

Potensi Ratusan Triliun yang Terancam Stagnan

Sekretaris BWI, H. Anas Nasikhin, yang memimpin langsung pelantikan, memberikan peringatan serius mengenai potensi ‘jebakan’ yang bisa membuat wakaf di Indonesia jalan di tempat. Menurutnya, potensi wakaf uang dan wakaf produktif di Indonesia saat ini nilainya menembus angka Rp 200 triliun lebih.

Namun, kekayaan raksasa ini terancam tidak memberikan dampak signifikan jika masih dikelola dengan pola lama yang cenderung konsumtif.

“Pelantikan ini adalah penegasan reformasi tata kelola. Kita harus beranjak dari wakaf yang sekadar konsumtif menjadi wakaf produktif dan investasi sosial,” ujar Anas. Ia menekankan bahwa profesionalitas dan transparansi adalah kunci utama.

Hambatan Utama: Legalitas Aset yang ‘Terkunci’

Anas menggambarkan harta wakaf sebagai ‘social capital terbesar’ bangsa. Namun, ada satu titik kritis yang menjadi penghambat utama: legalitas. Mayoritas aset tanah wakaf di Indonesia masih berbentuk ‘3M’, dan yang lebih mengkhawatirkan, banyak di antaranya belum memiliki sertifikat resmi.

Kondisi ini, menurut Anas, membuat potensi nilai ekonomi triliunan rupiah itu ‘terkunci dan terancam menguap’. Tanpa kepastian hukum, aset tersebut tidak bisa dikembangkan dan rentan terhadap sengketa di kemudian hari.

Oleh karena itu, BWI memandang percepatan sertifikasi aset sebagai gerbang utama menuju wakaf produktif. Dengan legalitas yang jelas, nazhir (pengelola wakaf) akan lebih leluasa untuk mengembangkan aset tersebut menjadi sumber ekonomi yang berkelanjutan.

Dua Poros Akselerasi: Legalisasi dan Inovasi Pendanaan

Untuk mempercepat transformasi wakaf BWI, ada dua poros utama yang akan digerakkan secara simultan:

  1. Percepatan Legalisasi Aset: Ini bertujuan untuk melindungi aset wakaf dari sengketa dan membuka peluang untuk dikembangkan secara komersial tanpa mengubah status hukum wakafnya.

  2. Inovasi Pendanaan: BWI akan menggencarkan penghimpunan wakaf uang secara lebih masif, dengan menargetkan segmen kelas menengah dan milenial yang melek digital.

Dana abadi yang terhimpun dari wakaf uang akan diinvestasikan pada instrumen syariah yang aman dan diawasi, seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS). Keuntungan dari investasi inilah yang akan menjadi sumber dana abadi untuk berbagai program kemaslahatan, seperti beasiswa pendidikan, modal usaha UMKM, hingga pembangunan fasilitas kesehatan.

“Ini adalah pergeseran paradigma. Kita tidak lagi berbicara soal ‘sedekah’ yang habis, melainkan tentang investasi abadi yang hasilnya dapat memutar roda kesejahteraan,” tegas Anas.

Kepengurusan BWI yang baru dilantik di Sulawesi Tengah diharapkan menjadi proyek percontohan dalam menerapkan tata kelola wakaf modern ini. Langkah mereka akan menjadi bukti bahwa dana umat, jika dikelola secara profesional, dapat menjadi kekuatan besar untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan mencapai cita-cita Indonesia Emas.

Berita Terkait